Merupakan salah satu perayaan yg sakral bagi orang2 Siantan yg masih menganut tradisi nenek moyang (bukan agama). Dilakukan dengan cara ziarah atau sembayang kuburan anggota keluarga yang sudah meninggal. Tentu saja, akan dihadiri oleh seluruh anggota keluarga, bahkan bagi yg merantau ke luar daerah, akan pulang. Dan, harga tiket pesawat pun naik mencekik leher.
Perayaan "Kwa ci" (Hakka), "Kwe Cua" (Tio chiu), ataupun "Ceng Beng" (Hokkian), "QIn Ming" (mandarin) diadakan setiap hari ke 15 Musim Semi, yah sekitar bulan April dan satu lagi sekitar bulan Agustus. Dua kali? yah, diadakan dua kali. Aneh kan, di wikipedia saja, hanya membahas satu kali perayaan, tapi di Siantan, ada dua kali. Kurang tahu apakah ada daerah lain yang merayakannya dua kali.
Nah, sedikit berbagi pengalaman masa-masa indah tersebut. Indah? Yupe.
Beberapa hari sebelum diadakannya Sembayang Kubur ini, kami akan mempersiapkan barang-barang yg akan di bawa ke kuburan. Antara lain, kertas berbentuk bujur sangkar yg bisa dilipat, dimana ditengah2nya ada lagi satu bujur sangkar kecil berwarna perak. Biasanya kita menyebutnya uang untuk orang mati.
Uang tersebut akan dibakar,sebagai penutup acara dan diharapkan menjadi uang bagi penghuni2 "dunia lain".
Selain kertas kuning, kita juga akan mempersiapkan uang kertas mainan, ayam kampung, kue bolu yg sudah di tindik merah kecil-kecil, anggur, jeruk, arak , kopi, teh, lilin dan hio(tentu saja), cumi mentah, apel, rangkaian bunga, kue2 kecil.
Kertas-kertas kuning perak tadi, akan kita lipat menjadi bentuk "emas" jaman dulu, atau "kipas". Nah, anak kecil biasanya suka bagian ini.
Pada hari H, dini hari, sebelum matahari terbit, semua penghuni rumah sudah harus bangun, mempersiapkan diri untuk berangkat. Tetapi, sebelumnya, akan dibakar dupa dan hio didepan rumah sebagai syarat pertama untuk perlindungan oleh leluhur dan langit, dengan buah2an seperti jeruk atau apel sebagai "sesajen alakadar" nya.
Bagi anggota keluarga yg kecil, disuruh membawa keranjang kecil yg berisi perlengkapan diatas. Dilarang untuk memakan barang-barang yg akan disembahyangkan. Ada saatnya kita di "harus" kan untuk makan makanan tersebut, karena dianggap perlindungan.
Jalanan utama Siantan tampak ramai dengan orang-orang beserta bawaan mereka. Seru bukan.
Sampai ke daerah pemakaman, perlengkapan yg dibawa disusun didepan nisan dengan rapi. Dan ada aturannya lho untuk tata cara letaknya, yang sampai sekarang, saya belum begitu paham.
Satu kuburan terdiri dari dua nisan. Nisan utama, nisan keluarga yg meninggal ,dan satu lagi, nisan dewa pelindung yg biasa disebut, Hakka spell, Tu Thi pak Kung, atau Dewa Bumi.
Berhubung makam anggota keluarga yg meninggal tersebar di beberapa tempat, meskipun pada area yg sama, kita harus menjabanin satu-satu makam, untuk memberikan hormat kita kepada mereka. Dan bahkan, makam anggota keluarga dari teman kita.
Remaja hilir mudik kesana kemari dengan sepeda motornya, nongkrong dan kongkow. Bisa di jadikan ajang cuci mata.
Area pemakaman di daerah Siantan sekarang sudah sangat luas. Tidak menutup kemungkinan akan menjadi tempat kunjungan bagi orang2 asing yg ingin mengetahui adat istiadat Tiong Hoa Siantan disana.
Yang terpenting adalah, menjadi ajang berkumpulnya keluarga dan "to show our respect to who is still live and who is already dead".
Jumat, 16 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar